mp3
08. puaskah.mp3
@#S'lalu Menyayang Mu..mp3
Wednesday, 15 August 2012
Monday, 13 August 2012
Tuesday, 12 June 2012
Tipu daya dunia yang mempesona
Sesun
gguhnya seorang mukmin itu adalah
orang yang mengetahui posisi dirinya sebagai orang yang mulia, orang
yang mempunyai tujuan dan prinsip hidup, orang yang mempunyai fikiran
hati rabbani, dan cita-citanya adalah mencari keridhaan Allah, serta
keselamatan di kampung akhirat, oleh karena itu untuk menjaga diri agar
tidak sampai terjerumus ke dalam lembah dunia yang menyesatkan,
hendaknya diperhatikan perkara-perkara berikut ini:
1. Waspada terhadap tipuan dan pesona dunia.
Dunia ini merupakan fitnah dan ujian
bagi orang-orang yang beriman. Apabila dia tidak memahami
prinsip-prinsip hidup mukmin, maka pasti akan tergoda dan terlena
dengannya. Dari itu setiap mukmin haruslah memahami watak dan sifat
dunia yang menipu. Di antara sifat dan watak dunia adalah sebagai
berikut:
a. Kesenangan yang memperdaya dan menipu. Sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta’alaa:
“Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (Al-Hadid: 20)
b. Permainan dan senda gurau. Allah berfirman:
‘’Dan tiadalah kehidupan
dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat
itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui’’. (Al ‘Ankabut : 64)
‘’Dan tiadalah kehidupan
dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (Al-An’am: 32)
c. Kesenangan sementara dan harga yang sedikit. Allah berfirman:
“Itu hanyalah kesenangan
sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam
itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (Ali Imran: 197)
ما الدنيا في الأخرة إلا مثل ما يجعل أحدكم إصبعه فى اليم فلينظربمذا يرجع
“Tiadalah perbandingan dunia
ini dengan akhirat, kecuali seperti seorang memasukkan jari-jari kedalam
lautan luas, maka perhatikanlah berapakah dapatnya.” (Muslim)
2. Hendaklah memandang bahwa dunia dan perhiasannya seluruhnya merupakan ujian Allah kepada manusia.
“Sesungguhnya Kami telah
menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji
mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”.(Al Kahfi: 7)
“Dan janganlah kamu tujukan
kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan
dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka
dengannya. Dan karunia Rabb kamu adalah lebih baik dan lebih kekal”.(Thaha: 131)
“Sesunguhnya dunia ini indah
dan manis dan Allah akan menyerahkannya kepada kamu, maka akan melihat
bagaimana kamu berbuat padanya, maka berhati-hatilah kamu dari godaan
dunia dan hati-hatilah kamu dari godaan wanita.” (Muslim)
3. Mencari dunia jangan sampai melalaikan ibadah kepada Allah
Tugas pokok manusia, dan tujuan utama mereka diciptakan adalah untuk beribadah kepadanya semata. Allah memerintahkan agar setiap muslim memperhatikan betul tugas pokok tersebut. Renungkanlah firman Allah dan hadits berikut :
‘’Hai orang-orang yang
beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk
berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di
tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti
kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. Jika
kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu
dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan
kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu’’. (At Taubah: 38-39)
“Bila kamu telah berani jual
beli dengan ‘inah (dengan cara riba dan penipuan), dan kamu sibuk dengan
sapi ternak kamu, kemudian kamu suka dengan pertanian dan perkebunan
lalu kamu meninggalkan jihad, niscaya Allah akan timpakan kepada kamu
kehinaan, dan kamu tidak mungkin akan lepas dari padanya sehingga kamu
kembali kepada dien kamu.” (Ahmad)
Dengan keterangan dari ayat dan
hadits di atas cukup kiranya menjadi pelajaran bagi kita kaum muslimin,
agar dalam kesibukan mencari karunia Allah di dunia jangan sampai
melupakan tugas pokok kita yaitu beribadah kepada Allah, termasuk di
dalamnya adalah jihad di jalan Allah. Betapa banyak dari kalangan kaum
muslimin hari ini yang mereka disibukkan oleh perdagangan dan pertanian
mereka, kemudian mereka melalaikan syari’at jihad fi sabilillah.
4. Peringatan Rasulullah tentang kehidupan dunia
Jabir Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Ketika
Rasulullah berjalan di pasar dan dikelilingi orang-orang, mendadak
disana bertemu dengan bangkai kambing yang cacat telinganya, lalu
Rasulullah mengangkat telinganya dan bertanya, ”Siapakah yang suka membeli ini dengan harga satu dirham? Mereka menjawab, “Tidak ada yang suka dan mau untuk apa? Nabi bertanya: ”Sukakah kalau diberikan kepadamu dengan cuma-cuma saja?” mereka menjawab; ”demi Allah kalau seandainya ia masih hidup, ia pun cacat apalagi ia sudah jadi bangkai” lalu Nabi bersabda: ’’Demi Allah sungguh dunia ini lebih hina dalam pandangan Allah dari pada bangkai ini bagimu.” (Muslim)
Abu Hurairah berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: ”Ingatlah
bahwa dunia itu terkutuk, dan terkutuk pula apa-apa yang ada di
atasnya, kecuali dzikrullah atau segala yang serupa atau sederajat
dengan itu, dan orang-orang yang berilmu atau yang belajar” (At-Targhib Wat-Tarhib)
Dari Ubay bin Kaab. Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya
dunia ini ibarat makanan yang dimakan oleh anak Adam. Perhatikanlah
akhirnya, waktu dikeluarkan, dari duburnya meskipun diberi bumbu dan
garam akhirnya menjadi kotoran juga.” (Tirmizi)
Demikianlah peringatan
Rasulullah berkenaan dengan dunia di hadapan Allah. Akan tetapi
sekalipun telah diperingatkan sepert itu, berapa banyak manusia yang
terpedaya olehnya dan tenggelam dalam buaian duniawi. Dan beliau juga
mengingatkan, bahwa ujian yang paling berat bagi umat islam adalah harta
dan wanita. Oleh karena itu hendaklah kita senantiasa memohon kepada
Allah agar diselamatkan dari tipu daya dunia, dan tidak terjerumus ke
dalam lembah kehinaannya.
HAL2 YNG DILARANG KETIKA HAID 2
Hal-Hal yang Dilarang Ketika Haid 2 |
|
Written by Administrator |
Wednesday, 23 May 2012 23:31 | Dibaca: 319 kali. |
1. Membaca Al-Qur’an
Apakah wanita yang sedang haid boleh
membaca Al-Qur’an? Pernahkah Saudariku mendengar pertanyaan ini? Atau
bahkan pertanyaan ini juga ada dalam benak Anda? Atau malah sering
mendengar pertanyaan seperti ini. Wa bil khusus dalam kajian-kajian
fikih wanita pada pembahasan haid, nifas dan istihadhah. Jawaban yang
diberikan pun sepertinya berbeda-beda, ada yang membolehkan dan ada pula
yang tidak membolehkan. Terkadang perbedaan masalah furu‘ seperti ini membuat para wanita kebingungan untuk memilih dibolehkan atau tidak. Apalagi bagi perempuan yang awwam dan
sudah ditanamkan sejak kecil, bahwa wanita yang sedang haid tidak
diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an. Pasti dia merasa tidak nyaman
ketika diminta untuk membaca Al-Qur’an di saat haid. Begitu juga
sebaliknya, bagi wanita yang sedari kecilnya sudah diberi pemahaman
bahwa wanita yang sedang haid boleh membaca Al-Qur’an, maka dia akan
biasa saja membaca Al-Qur’an walaupun sedang dalam keadaan haid.
Ada beberapa ulama yang tidak
memperbolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an dan ada beberapa ulama yang
memperbolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an. Adapun dalil-dalil jumhur
ulama yang tidak memperbolehkan wanita haid membaca Al-Qur‘an adalah
hadits dari Ismail bin ‘Ayyasi dari Musa bin ‘Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu
‘Umar :
لاَتَقْرَأُ الحَائِضُ وَلاَ الجُنُبُ مِنَ القُرْآنِ شَيْئًا
“Wanita yang sedang haid dan orang yang sedang dalam keadaan junub tidak boleh sama sekali membaca Al-Qur’an.” (HR.At-Tirmidzi)
Tapi hadits ini derajatnya dhoif (lemah),
karena di dalam sanad hadits ini terdapat seorang periwayat bernama
Ismail bin ‘Ayyas. Al-Baihaqi berkata : “Hadits ini perlu diperiksa
lagi. Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, menurut keterangan yang sampai
kepadaku berkata : ‘Sesungguhnya yang meriwayatkan hadits ini adalah
Ismail bin ‘Ayyasi dari Musa bin ‘Uqbah dan aku tidak tahu hadits lain
yang diriwayatkan, sedangkan Ismail adalah munkar haditsnya, apabila
(gurunya) berasal dari Hijaz dan Iraq.
Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan dari penduduk Hijaz, maka hadits ini dhoif. (Lihat Irwaa’u Al-Ghoyli fii Takhriiji Ahadits Manaar As-SabiilI, karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani)
Jumhur ulama hadits bersepakat bahwa
sanad hadits ini lemah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dalil
untuk melarang wanita haid membaca Al-Qur’an.
Adapun pendapat-pendapat yang memperbolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut :
- Hadits yang tidak memperbolehkan wanita haid dan orang yang sedang junub membaca Al-Qur’an adalah dhaif. Jadi tak mengapa apabila wanita haid membaca AL-Qur’an , karena haditsnya tidak shahih.
- Hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata : “ Aku
datang ke Makkah sedangkan aku sedang haid. Aku tidak melakukan thowaf
di Baitullah dan Sa’I antara Shofa dan Marwa. Aku memberitahu keadaanku
itu kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda :’Lakukanlah apa saja yang dilakukan orang yang berhaji, kecuali thawaf di Ka’bah.” (HR.
Bukhari). Berdasarkan hadits ini, orang yang sedang haid boleh
melakukan apapun kecuali thawaf di Ka’bah ketika berhaji. Dan orang yang
berhaji itu berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an.
Jadi, wanita yang haid tetap dibolehkan untuk membaca Al-Qur’an, baik itu dengan murajaah (mengulang hafalan) atau pun membaca Al-Qur’an untuk menghafal atau pun pembelajaran.
2. Memegang Mushaf Al-Qur’an
Dalam permasalahan memegang mushaf
juga terdapat perbedaan. Ada yang memperbolehkan dan ada pula yang
tidak memperbolehkan wanita haid memegang mushaf. Perbedaan pendapat itu
berasal dari perbedaan penafsiran surat Al-Waqiah ayat 79 :
لَا يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”
Ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan dhamir (kata ganti) hu dalam kata laa yamassuhu. Pendapat pertama, apabila dhamir hu yang dimaksud adalah Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfuzh.Maka maksud dari orang-orang yang disucikan di sini adalah malaikat. Maka wanita yang sedang haid boleh menyentuh mushaf Al-Qur’anyang ada di bumi.
Pendapat kedua, apabila dhamir hu dalam kata laa yamassuhu maksudnya adalah mushaf Al-Qur’an yang ada di bumi. Dan yang dimaksud dengan orang-orang yang disucikan
adalahorang-orang Islam. Karena semua orang Muslim suci dari
kemusyrikan dan kekufuran. Maka yang tidak boleh menyentuhnya adalah
orang-orang kafir yang tidak ber-Islam.
Pendapat ketiga, apabila dhamir hu yang dimaksud dalam laa yamassuhu adalah mushaf Al-Qur’an yang ada di bumi. Kemudian yang maksud dari orang-orang yang disucikan adalah
orang-orang yang suci dari hadats besar atau kecil. Oleh karena itu
orang-orang yang belum bersuci dari hadats besar atau kecil tidak
diperbolehkan memegang mushaf. Pendapat ketiga ini diperkuat
dengan hadits dari Abi Bakar bin Muhammad bin ’Amr bin Hazm dari
bapaknya dari kakeknya bahwasanya Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam menulis surat kepada penduduk Yaman yang di dalamnya terdapat tulisan :
لا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ
”Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.“ (HR. Al-Atsram dan Daruquthni)
Sanad hadits ini dhaif , karena sebagian sanadnya dhaif dan sebagiannya riwayat shahifah (lembaran) yang tidak ada sanadnya. Namun Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Irwaa’u Al-Ghoyli fii Takhriiji Ahadits Manaar As-Sabiill.
Dan pendapat yang keempat, apabila dhamir hu dalam kata laa yamassuhu maksudnya adalah mushaf Al-Qur’an yang ada di bumi. Dan yang dimaksud dengan orang-orang yang disucikan adalah orang-orang yang suci dari hadats besar. Maka wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an, tetapi diperbolehkan menyentuh mushaf Al-Qur’an yang terjemahan atau ada tafsirnya.
Adapun pendapat-pendapat yang
memperbolehkan wanita haid menyentuh mushaf adalah ayat di atas kurang
sempurna untuk dijadikan dalil, kecuali setelah ditambah dengan ayat
sebelumnya, yaitu :
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ (79)
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah
bacaan yang sangat mulia (77) pada kitab yang terpelihara (Lauhul
Mahfuzh) (78), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan
(79)”
Berdasarkan ayat-ayat di atas, mayoritas ahli tafsir bersepakat bahwa kata ganti hu pada kata laa yamassuhu di atas merujuk kepada kitab yang tersimpan di langit, yaitu Lauhul Mahfuzh. Ibnu Abbas, Jabir bin Zaid, dan Abu Nuhaik berkata, yaitu kitab yang ada di langit. Sedangkan yang dimaksud dengan Al-Muthaharuun (orang-orang yang disucikan) adalah para malaikat.
Adh-Dhahak berkata :”Mereka (orang-orang kafir) menyangka bahwa setan-setanlah yang menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad shalallahu ’alaihi wa sallam, maka Allah memberitakan kepada mereka bahwa setan-setan tidak kuasa dan tidak mampu melakukannya. (Lihat Jami’il bayan fii Tafsiril Qur’an, Ibnu Jarir Ath-Thabari)
Hal ini diperkuat juga dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat ‘Aabasaa ayat 13-16 :
فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ (13) مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ (14) بِأَيْدِي سَفَرَةٍ (15) كِرَامٍ بَرَرَةٍ (16)
“Di dalam kitab-kitab yang dimuliakan (13) yang ditinggikan lagi disucikan (14) di tangan para penulis (malaikat) (15) yang mulia lagi berbakti (16)
Dalam Naylul Author milik Imam Asy-Syaukani, Kitab Thoharoh, Bab Iijabi Al-Wudhu’ lii Ash-Sholati wa Ath-Thowaf wa massu Al-Mushaf disebutkan
:”Hamba-hamba yang disucikan adalah hamba yang tidak najis, sedangkan
seorang mukmin selamanya bukan orang yang najis, berdasarkan hadits
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam :
الْمُؤْمِنُ لاَ يَنْجُسُ
“Orang mukmin itu tidaklah najis.” (HR. Muttafaq ‘alaih)
Maka kurang pas apabila arti (hamba)
yang disucikan adalah orang yang tidak junub, haid, atau pun orang yang
sedang berhadats. Karena orang Islam suci dan tidak najis, sebagaimana
firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat At-Taubah ayat 28 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis,“
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam juga
melarang bepergian membawa mushaf ke negeri musuh (kafir). Di samping
itu, lafadz yang digunakan dalam ayat tersebut dalam bentuk isim maf’ul yaitu al-muthoharuun (orang-orang yang disucikan) bukan dalam bentuk isim fa’il (orang-orang yang bersuci). Tentu keduanya memiliki makna dan maksud yang berbeda.
Wanita yang sedang haid boleh membawa mushaf Al-Qur’an tanpa harus menyentuhnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh ’Aisyah radhiyallahu ’anha, bahwa dia melihat wanita haid yang membawa mushaf Al-Qur’an di dalam gendongannya :
وَكَانَ أَبُو وَائِلٍ يُرْسِلُ خَادِمَهُ وَهْىَ حَائِضٌ إِلَى أَبِى رَزِيْنٍ, فَتَأْتِيهِ بِالمُصْحَفِ فَتُمسِكُهُ بِعِلاَقَتِهِ
“Abu Wail mengutus pembantunya yang sedang haid menemui Abu Razi, kemudian dia membawa mushaf di dalam ikatan yang menghubungkan dengan keranjangnya (membawa barang yang digendong).” (HR. Bukhari)
Penulis lebih cenderung kepada
pendapat yang mengatakan bahwa orang yang junub dan wanita sedang haid
atau nifas diperbolehkan memegang mushaf yang ada terjemahnya atau ada tafsirnya. Sesuai dengan hadits tentang wanita haid yang membawa mushaf Al-Qur’an digendongannya. Juga untuk menghormati mushaf Al-Qur’an
dengan tidak memegangnya secara langsung dalam keadaan junub, haid,
atau pun nifas, seperti menggunakan sarung tangan ketika menyentuh mushaf.
Nah, itulah hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid yang masih menjadi ikhtilaf di
kalangan jumhur ulama. Tetep nggak ada kan larangan wanita haid tidak
boleh memotong kuku, mencuci rambut, apalagi tidur siang?
Wallahu ta’ala a’lam
Sumber :
- Jami’il bayan fii Tafsiril Qur’an, Ibnu Jarir Ath-Thabari
- Irwaa’u Al-Ghoyli fii Takhriiji Ahadits Manaar As-Sabiill, Syaikh Nashiruddin Al-Albani
- Tamamu Al-Minah fii At-Ta’liiq alaa Fiqh As-Sunnah, Syaikh Nashiruddin Al-Albani
- Naylu Al-Author, Imam Asy-Syaukani
- Fiqhu Al-Mar’ah Al-Muslimah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin
- Darah Kebiasaan Wanita, Ustadzah Ainul Millah, Lc
By :EZYE
|
HAL2 YANG DILARANG KETIKA HAID
“Perempuan yang lagi haid nggak boleh keramas lho!”
“Eh… kamu lagi haid ya? Kalau lagi haid itu nggak boleh tidur siang lho!”
Pasti saudariku pernah mendengar
mitos-mitos seperti ini ketika sedang haid. Ada yang bilang kalau sedang
haid tidak boleh memotong kuku lah, mencuci rambut lah, memotong rambut
lah, sampai nggak boleh tidur siang. Bener nggak sih mitos-mitos itu?
Islam adalah agama yang syumul (sempurna)
yang mengatur tidak hanya masalah peribadatan tapi sampai hal-hal
terkecil dan sepele pun ada aturannya. Begitu juga dengan masalah haid,
semuanya sudah termaktub dalam Al-Qur’an yang diperkuat oleh As-Sunnah.
Dari mulai ciri-ciri darah haid, sampai hal-hal yang tidak diperbolehkan
ketika sedang haid. Jadi Saudariku, tidak perlu lagi berpusing-pusing
ria sama mitos-mitos yang belum jelas kevalidan dan keshohihannya.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid sendiri ada yang sudah menjadi kesepakatn ulama, dan ada pula yang masih khilaf.
Namun pada pembahasan kali ini, penulis hanya akan membahas hal-hal
yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid yang sudah menjadi
kesepakatan jumhur ulama. Adapun larangan yang sudah menjadi kesepakatan
ulama bagi wanita haid adalah sebagai berikut :
1. Dilarang melakukan sholat dan tidak diwajibkan untuk mengqadhanya
Perempuan yang sedang haid, lepas
kewajibannya untuk mengerjakan sholat, baik itu sholat fardhu maupun
sholat sunnah. Dan tidak diwajibkan juga untuk mengqadha sholat, kecuali
jika telah masuk waktu sholat tetapi belum melaksanakan sholat kemudian
keluar darah haid. Maka wajib baginya untuk mengqadha sholat tersebut.
Misalkan Tina belum sempat mengerjakan sholat Dhuhur, padahal waktu
sudah mendekati Ashar, kemudian dia mendapatkan haid. Maka wajib bagi
Tina untuk mengqadha sholat Dhuhur tersebut ketika ia telah suci.
Dan apabila wanita haid telah suci
mendekati waktu Ashar, kemudian ketika ia mandi waktu Ashar tiba. Maka
wajib hukumnya bagi wanita itu untuk mengerjakan sholat Dhuhur dan Ashar
pada hari itu. Sama halnya ketika ia suci sebelum terbit fajar, ia
berkewajiban untuk mengerjakan sholat Maghrib dan Isya pada malam
harinya. Karena, waktu sholat yang kedua adalah waktu sholat yang
pertama pada saat-saat uzur.
Jumhur ulama berpendapat –di antaranya
Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad- jika seorang wanita suci
dari haid pada akhir siang, maka dia sholat Dhuhur dan Ashar. Dan
apabila suci pada akhir malam, maka dia sholat Maghrib dan Isya. Seperti
yang dinukil dari Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan Ibnu Abbas,
karena waktunya sama di antara dua sholat saat uzur. Maka apabila ia
suci di akhir siang, lalu waktu Dhuhur masih ada, maka ia mengerjakan
sholat Dhuhur sebelum Ashar. Jika ia suci pada akhir malam, lalu sholat
Maghrib masih pada saat uzur, maka ia mengerjakan sholat Maghrib sebelum
Isya. (Lihat Majmu’ Al-Fatawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah)
2. Dilarang melakukan shaum dan diwajibkan untuk mengqadha shaum
Perempuan yang sedang haid juga diharamkan untuk shaum, baik itu yang wajib maupun yang sunnah. Dan diwajibkan untuk mengqadha shaum yang wajib (shaum Ramadhan) yang ditinggalkannya karena haid. Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
أَلَيْسَتْ إِحْدَاكُنَّ إِذَا حَاضَتْ لاَ تَصُوم وَلاَ تُصَلِّي
“Bukankah salah seorang di antara kamu (wanita) apabila memasuki masa haid tidak sholat dan tidak pula puasa?” (HR. Bukhari)
قَالَتْ عَائِشَة رَضِيَ الله عَنْهَا: «كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ» متفق عليه
‘Aisyah radhiyallahu ’anha berkata :
“Kami diperintahkan untuk mengqadha shaum dan tidak diperintahkan untuk
mengqadha sholat.” (HR. Muslim)
Apabila seorang wanita haid ketika
sedang berpuasa, maka batallah puasanya. Sekalipun hal itu terjadi
menjelang maghrib, dan wajib baginya mengqadha puasa hari itu apabila
itu puasa wajib. Namun, jika hanya merasakan tanda-tanda akan datangnya
haid sebelum maghrib, tetapi baru keluar darah setelah maghrib, menurut
pendapat yang rajih puasanya sah dan tidak batal. Karena darah yang masih berada di dalam rahim belum ada hukumnya.
Begitu juga apabila suci menjelang
fajar dan telah berniat untuk berpuasa, maka puasanya sah. Syarat sahnya
puasa itu tidak tergantung pada mandinya, tidak seperti sholat. Seperti
halnya orang dalam keadaan junub, jika berniat puasa ketika masih dalam
keadaan junub dan belum sempat mandi, kecuali setelah terbit fajar,
maka sah puasanya. Hal ini berdasarkan haidts ’Aisyah radhiyallahu ’anha yang mengatakan :
”Pernah suatu pagi pada bulan Ramadhan, Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam dalam keadaan junub karena jima‘, bukan karena mimpi, lalu beliau berpuasa Ramadhan.“ (HR. Muttafaq ’alihi)
3. Dilarang melakukan thawaf
Wanita yang sedang haid juga dilarang untuk melakukan thawaf di Ka’bah, baik yang wajib maupun sunnah, dan tidak sah thawafnya. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam kepada ’Aisyah ketika ia sedang haid :
افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الحَاجَّ غَيْرَ ألَّا تَطُوفِي بِالبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
“Lakukanlah segala yang dilakukan oleh orang yang berhaji. Hanya saja, engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR.Bukhari)
Adapun kewajiban lainnya, seperti sa’i antara
Shafa dan Marwa, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina,
melempar jumrah dan amalan haji serta umrah. Dan selain itu tidak
diharamkan.
4. Dilarang melakukan hubungan seksual
Seorang istri yang sedang haid
dilarang melakukan hubungan seksual dengan suaminya. Dan si istri yang
sedang haid dilarang untuk menutup-nutupi keadaan dirinya yang sedang
haid, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat 222 :
وَيَسْئَلُونَكَ
عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذىً فَاعْتَزِلُوا النِّساءَ فِي الْمَحِيضِ
وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang
haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran", oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.”
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam juga menyebutkan larangan menggauli istri yang sedang haid dalam haidts beliau :
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْئٍ إِلَّا النِّكاحَ
“Lakukanlah apa saja kecuali berhubungan seksual.”
Maksud dari kata nikah di sini
bukanlah akad nikah, tetapi hubungan suami-istri atau jima’. Jumhur
ulama juga sepakat atas diharamkannya menggauli istri yang sedang haid.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata : “Menyetubuhi wanita nifas sama
hukumnya dengan menyetubuhi wanita haid, yaitu haram menurut kesepakatan
ulama.”
5. Dilarang dijatuhi talak (cerai)
Seorang suami dilarang menjatuhi menceraikan istrinya yang sedang haid, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Ath-Thalaq ayat 1:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذا طَلَّقْتُمُ النِّساءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
“Hai nabi, apabila kamu menceraikan
Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka
dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)….”
Maksud adalah seorang istri ditalak
dalam keadaan dapat menghadapi iddah. Hal ini hanya dapat dilakukakn
jika istri dalam keadaan suci dan belum digauli lagi. Masalahnya,
seorang wanita jika dicerai dalam keadaan haid, ia tidak siap menghadapi
iddahnya, karena haid yang dialaminya pada saat jatuhnya talak itu
tidaklah terhitung iddah. Jadi menjatuhi talak kepada istri yang sedang
haid, haram hukumnya.
Nah, itu dia hal-hal yang tidak boleh
dilakukan oleh perempuan yang sedang haid berdasarkan nash Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang sudah menjadi kesepakatan jumhur ulama. Nggak ada kan
larangan-larangan untuk memotong kuku, mencuci rambut, memotong rambut,
apalagi tidur siang! Insya Allah pada pembahasan selanjutnya akan
penulis bahas hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid yang
terdapat perbedaan di antara jumhur ulama (khilafiy).
Wallahu a’lam bishowab
Sumber : Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al 'Utsaimin
- Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa', Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsamin
- Majmu‘ Al-Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
- Su’al wa Jawab fii Ahkami Al-Haid, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsamin
- Darah Kebiasaan Wanita, Ustadzah Ainul Millah, Lc
by:ezye
Friday, 8 June 2012
Jangan Remehkan Dosa Kecil
Meskipun demikian, Allah Subhaanahu Wa Ta’alaa
senantiasa membuka pintu kembali kepada-Nya, di kala mereka terjerumus
ke dalam kemaksiatan dan kesalahan. Manusia sering kali melakukan
kesalahan dan kekhilafan, lalu ia menyesal dan menangis. Karena
penyesalan itu, ia berhak mendapatkan nikmat yang paling agung yaitu
ampunan-Nya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya mengenai sabda Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam: “Sungguh mengagungkan perkara orang mukmin itu, Allah
tidak menentukan (qadha) kecuali hal itu baik baginya”. (HR. Ahmad). “apakah ini termasuk qadha’ kemaksiatan yang dilakukan oleh seorang hamba?” beliau menjawab: ”ya, namun dengan syaratnya, berupa penyesalan, taubat, istighfar dan merasa berdosa di hadapan-Nya”.
Dosa yang dilakukan oleh manusia banyak jenis dan ragamnya, baik kemaksiatan jawarih
maupun kemaksiatan yang dilakukan oleh hati mereka. Sebagian dari
mereka segera menyesal dan bertaubat tatkala berbuat dosa, namun tidak
jarang juga yang justru berbangga dengan kemaksiatan tersebut wal ‘iyyadzu billah.
Ada yang menganggap dosa yang mereka perbuat begitu besar dan begitu
menyesakkan dada meskipun itu adalah dosa kecil namun sebaliknya ada
pula yang menganggap dosanya sebagai dosa yang kecil walaupun pada
hakikatnya itu adalah termasuk dosa besar.
Sebenarnya kita tidak boleh memandang
dan menganggap bahwa ini adalah dosa besar dan ini dosa kecil kemudian
meremehkannya, yang harus dan mesti kita perhatikan adalah siapakah yang
kita maksiati. Bilal bin Sa’d Rahimahullah berkata, ”janganlah kalian melihat kecilnya kesalahan, tetapi lihatlah keagungan yang kamu durhakai”.
Dosa-dosa yang dilakukan oleh umat
manusia memang tidak berada dalam satu tingkatan dan kandungan. Semua
dosa dengan berbagai bentuk dan ragamnya kembali kepada dua hal:
Bentuk pertama “kabaa-ir” (dosa-dosa besar), yaitu setiap dosa yang telah ditentukan “had”nya di dunia atau diancam di akhirat kelak.
Bentuk kedua adalah “shoghoo-ir”
(dosa kecil), yaitu setiap dosa yang tidak masuk dalam kategori dosa
besar. Tidak ada patokan utuk memasukkannya ke dalam dosa besar karena
memang bukan bagian darinya.
Namun bagi kita sebagai seorang mukmin
tidak boleh lantas meremehkan sebuah dosa dengan mengatakan bahwa ini
adalah dosa kecil, sebab dalam kondisi-kondisi tertentu dosa kecil dapat
berubah menjadi dosa besar. Dosa-dosa kecil akan berubah menjadi dosa
besar dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
Pertama: ishrar (terus menerus) dan muwazhabah (terbiasa)
Makna ishrar adalah ketagihan dalam melakukan kemaksiatan. Artinya kemaksiatan tersebut sering dilakukannya. Allah subhanahu wa ta’alaa
lebih cepat mengampuni dosa besar yang disudahi dan tidak diulangi lagi
dari pada dosa kecil yang dibiasakan dan terus menerus dilakukan
seseorang.
Kedua: meremehkan dosa
Seberapa peremehan seseorang terhadap dosa, maka dosa tersebut bertambah besar di sisi Allah ta’alaa. Dan setiap kali seseorang mengangggap besar sebuah dosa, maka dosa tersebut akan dipandang kecil oleh Allah ta’ala. Sebab, seseorang yang menganggap remeh sebuah dosa, tentu dalam hatinya tidak ada rasa pengagungan terhadap Allah ta’ala
serta tidak ada perhatian terhadap kekuasaan dan kemulian-Nya. Maka
balasannya adalah kebalikannya (yaitu dosa tersebut bernilai besar di
sisi Allah ta’ala).
Barang siapa memandang besar sebuah dosa sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah ta’ala dan perhatiannya terhadap kebesaran-Nya, maka kemaksiatannya akan menjadi kecil di sisi Allah ta’ala.
Sebab orang yang melakukan hal ini senantiasa akan memandang keagungan
kepada siapa ia berbuat kemaksiatan dan tidak melihat kepada kadar
kemaksiatannya. Berbeda halnya dengan yang pertama.
Ibnu Mas’ud berkata “Sesungguhya
orang mukmin itu melihat dosa-dosanya, seakan-akan dia sedang berada di
kaki gunung. Dia takut gunung itu akan menimpa dirinya. Dan sesungguhnya
orang yang durhaka itu melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang
hinggap di hidungnya, lalu dia berkata, ‘cukup begini saja’.” maksudnya cukup dengan menepiskan tangannya.
Ketiga: Merasa bangga dengan perbuatan dosa dan mengharap pujian atas perbuatan tersebut.
Seharusnya seorang hamba itu merasa berada dalam musibah disebabkan ia dikalahkan oleh musuhnya dan karena jauh dari Allah ta’ala.
Bila seseorang yang berbuat maksiat merasakan manisnya perbuatan dosa
kecil, maka dosa tersebut akan menjadi dosa besar dan dampaknya pun juga
besar dalam membutakan hatinya.
Keempat: terang-terangan melakukan perbuatan dosa.
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كل الناس معافى إلا المجاهرين يبيت أحدهم على ذنب قد ستره الله عليه فيصبح فيكشف ستر الله ويتحدث بذنبه
“Semua manusia yang berbuat dosa
akan diampuni, kecuali yang terang-terangan (melakukan dosa). Yaitu
salah seorang dari kalian melakukan dosa padahal Allah telah menutupi
aibnya, namun kemudian di pagi harinya ia membukanya dan
memperbincangkan dosanya.” (Muttafaq ‘Alaihi)
Kelima: dosa tersebut muncul dari seorang alim yang dijadikan panutan.
Bila diketahui ada seorang alim yang
melakukan perbuatan dosa meskipun itu adalah dosa kecil maka akan
menimbulkan keburukan yang besar. Karena perbuatan dosa tersebut akan
dijadikan sebagai pembenaran dan akan ditiru oleh mereka yang memang
suka terhadap kemaksiatan. Tentu saja hal itu akan menimbulkan keburukan
yang sangat besar. Dalam sebuah hadits disebutkan:
من سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها لا ينقص من أوزارهم شيئا
“Barang siapa yang membuat contoh
yang buruk, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut dan dosa
orang yang melakukannya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (Muslim).
Ibnu Abbas mengatakan: “Kecelakaan
bagi orang alim yang memiliki pengikut. Ketika ia tergelincir dalam
kesalahan lantas ia rujuk kembali (dari kesalahannya tersebut) akan
tetapi para pengikutnya masih pergi membawa (meniru) kesalahan tersebut
ke segala penjuru.”
Bila seorang alim tergelincir dalam
sebuah dosa, maka hendaklah ia berusaha sebisa mungkin untuk
menyembunyikannya dari pandangan manusia dan tidak menampakkannya.
Sehingga tidak dijadikan alasan bagi orang lain untuk meremehkan
perbuatan dosa tersebut. Namun seorang alim berkewajiban untuk menjauhi
sebisa mungkin semua jenis dosa, baik yang besar maupun yang kecil.
Ya Allah, ampunilah kami dan terimalah
taubat kami, sesungguhnya engkau maha pengampun lagi maha penerima
taubat. Semoga Allah melimpah shalawat dan salam-Nya kepada penghulu
kami dan nabi kami Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, keluarga dan para sahabatnya. Amin.
Sumber: 1. Minhajul Qasidin, ibnu Qudamah
2. Kunci Istiqamah, Abdullah bin Sulaiman Al-‘Utayyiq
Oleh : Al-faqir ila ‘afwi rabbih Abu Hadfi Al-firdaus
Thursday, 7 June 2012
tanda-tanda munafik
Kemunafikan seseorang tidak bisa dideteksi oleh manusia, namun ada
tanda-tanda tentangnya. Penyajian hadist ini dimaksudkan agar kita semua
waspada terhadap tanda-tanda ini, khususnya bagi diri kita sendiri.
Ketika ada salah satu tanda tersebut ada dalam diri kita, maka segera
kita perbaiki diri kita. Munafik adalah orang yang mengaku beriman,
padahal hatinya menolak. Oleh karena munafik itu masalah hati, maka tak
seorang pun yang bisa secara pasti mengetahuinya. Namun, melalui
tanda-tanda yang disebutkan di dalam hadist di bawah ini kita bisa
memperkirakan diri dan orang lain cenderung ke sifat munafik atau tidak.
Sekali lagi hanya mampu memprediksi (kira-kira). Yang mampu menilai
orang itu menafik atau tidak secara pasti hanyalah Allah dan Rasul-Nya
serta sahabat Rasul yang mendapat informasi dari Rasulullah. Berikut
hadistnya.
Hadits Shahih Bukhari ke-33:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, “Tanda-tanda orang
munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia
mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat”
Hadits Shahih Bukhari ke-34:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda, “Empat hal,
barangsiapa memilikinya maka ia adalah munafik tulen. Barangsiapa yang
memiliki salah satu dari sifat itu, maka ia memiliki karakter munafik
hingga ia melepaskannya: Jika dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia
bohong, jika berjanji ia mengingkari, dan jika berdebat ia bertindak
tak terpuji.“
Hadits Shahih Bukhari ke-33:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Hadits Shahih Bukhari ke-34:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
munafik adalah
Ilustrasi
Ketakutan mereka seperti takutnya seseorang mendengar guruh dan petir tatkala ditimpakan hujan lebat yang sangat disertai gelap gulita, guruh, dan banyak kilatan (QS 2: 19-20). Posisinya dihantui rasa takut yang sangat mencekam dalam hati dan selalu berada dalam ketakutan yang sangat dan mengerikan. Untuk menghapus rasa takut yang akut tersebut dan sekiranya mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lobang-lobang (dalam tanah) niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya (QS 9: 57). Mereka itu takut, sehingga mereka bersumpah atas nama Allah SWT (QS 9: 56) untuk dijadikan sebagai perisai (QS 63: 2).
Mereka mengira bahwa dengan menampakkan seakan-akan diri mereka beriman dan sependirian dengan setan-setan apabila berpaling (QS 2: 14), tak lain supaya mendapatkan kebaikan di antara keduanya dan bermaksud sebagai penengah di antara kaum mukmin dan golongan kuffar (QS 4: 62). Dengan sikap demikian, harapannya ingin mendapatkan ketenangan, keamanan, dan perlindungan: diri, harta dan jabatannya.
Benar saja, Allah SWT mengabulkan keinginan mereka di dunia, yakni darah mereka terpelihara, begitu pula harta bendanya. Oleh karenanya, Rasulullah SAW membiarkan hidup dan tidak membunuh Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul (tafsir Ibnu Katsir QS 2: 8-10). Padahal, mereka penantang kaum mukmin yang paling keras (QS 2: 204), penimbul kemudharatan dan pemecah belah antara orang-orang mukmin (QS 9: 107), menghalangi manusia dari jalan Allah SWT (QS 63:2), dan selalu mengolok-olok (QS 2: 14-15, 9: 64).
Posisi mereka yang kontroversi ini, tak mungkinlah menyatukan dua warna yang bertolak-belakang. Jika warna putih disatukan dengan warna hitam maka namanya tidak lagi warna putih ataupun warna hitam, dia menjadi nama warna sendiri yakni abu-abu. Sehingga kondisi mereka, di pagi hari berada dalam golongan muslim sedangkan di petang harinya menjadi sahabat golongan kafir. Begitu pula sebaliknya, di petang hari bersikap suatu keadaan sedangkan di pagi harinya dalam sikap suatu keadaan lain. Jadi, mereka tak berpendirian, tidak punya pegangan, plin-plan, tulalit, bimbang, dan ragu-ragu. Bagaikan perahu yang terombang-ambing ditiup angin yang sangat kencang, dan hanya bersikap mengikuti arah angin. Terombang-ambing dalam kemunafikannya. Manakala mereka beroleh manfaat dari kejayaan Islam, mereka merasa tenang, tetapi bila Islam tertimpa cobaan, mereka bangkit kembali kepada kekufuran (QS 22: 11).
Jadi, memang pantas mereka digelari manusia bodoh, lemah pendapatnya, dan sedikit pengetahuan (QS 2: 13). Mereka bodoh karena tidak mengetahui maslahat dan mudaratnya menjadi manusia munafik. Kebodohan mereka itu sangat keterlaluan hingga tidak menyadari kebodohannya sendiri, bahwa sebenarnya keadaan mereka dalam kesesatan dan kebodohan. Naudzubillahi mindzalik. Semoga kita semua terhindak dari sikap yang demikian.
Wednesday, 6 June 2012
ASAL MUASAL BRA/KUTANG
Bra merupakan kebutuhan wajib untuk wanita. Tapi apakah anda kepikiran untuk bertanya "bagaimanakah asal muasal bra ???
Pemakaian
kutang/bra dimulai sejak abad ke-3 ketika para perempuan Romawi
membebatkan semacam perban untuk membungkus dada mereka saat
berolahraga.
Cikal-bakal
bra seperti yang kita kenal sekarang diluncurkan kali pertama di
Paris, Prancis, pada 1889. Desain bra modern itu dibuat oleh seorang
pengusaha pakaian bernama Herminie Cardolle. Bentuknya masih menyerupai
korset, pendahulu bra. Bedanya, Cardolle membagi pakaian dalam
perempuan itu menjadi dua bagian, perut dan dada. Brassiere yang
merupakan akar kata dari bra kali pertama digunakan oleh majalah Vogue
pada 1907.
Meski
cikal-bakalnya sudah ada, perempuan di masa itu lebih memilih
mengenakan korset. Kebiasaan ini sempat hilang ketika Perang Dunia I.
Pasalnya, industri militer negara-negara yang terlibat perang,
membutuhkan banyak logam untuk memproduksi peralatan perang. Logam pada
korset harus dialih-fungsikan untuk kebutuhan yang dianggap jauh lebih
mendesak itu.
Pada
1917, Bernard Baruch, Ketua Dewan Industri Perang Amerika secara
khusus meminta para perempuan untuk meninggalkan kebiasaan mereka
mengenakan korset. Pemakaian korset pada dasarnya membahayakan
kesehatan. Meski membentuk tubuh seorang perempuan sesuai standar
kecantikan di masa itu, korset membuat susah bernapas, dan pada
beberapa kasus ekstrim menyebabkan terjadinya dislokasi organ. Tak
sulit bagi perempuan untuk meninggalkan kebiasaan yang sungguh menyiksa
tersebut. Hasilnya, sebanyak 28.000 ton logam berhasil
“dialih-fungsikan” untuk keperluan industri perang. Jumlah itu cukup
untuk membuat dua buah kapal perang besar.
Perempuan
harus menemukan alternatif untuk membungkus dada mereka. Pada saat
inilah Mary Phelps Jacob, seorang sosialita Amerika, mulai
memperkenalkan bra modern yang pertama pada 1910. Jacob bermaksud
menghadiri sebuah pesta besar dengan mengenakan sebuah gaun malam tipis
berpotongan dada rendah. Rangka korset dari tulang ikan hiu yang hendak
dikenakannya mengganggu keindahan gaun yang dipersiapkan sejak jauh
hari.
Bersama
salah seorang pelayannya, dia membuat pakaian dalam dari dua
saputangan sutra yang disatukan dengan pita merah muda. Desain ini
kemudian menjadi populer di lingkaran pergaulan Jacobs dan kemudian
dipatenkan pada 1914.
Tren
fashion kemudian bergeser dari bentuk tubuh montok (yang dimodifikasi
dengan menggunakan korset) ke bentuk tubuh kurus dengan dada rata. Gaya
yang dianggap modern saat itu adalah gaya busana perempuan yang dibuat
praktis tanpa menggunakan banyak bahan dan membuat perempuan lebih
mudah bergerak. Pergeseran tren ini diikuti kian aktifnya perempuan di
berbagai lapangan pekerjaan. Perempuan yang mengikuti fashion, yang
dianggap mencerminkan pemberontakan itu, kemudian lazim disebut flapper.
Bra
dengan bentuk modern ini kemudian mulai diproduksi secara massal pada
1920-аn. Tapi produksi masal itu belum memperhatikan ukuran individual
masing-masing perempuan.
Barulah
pada 1922 perempuan bisa mengenakan kutang dengan lebih nyaman ketika
Ida dan William Rosenthal merevolusi bentuk bra. Mereka menciptakan
ukuran baku bra yang terdiri dari lingkar linear rusuk dan ukuran volume
dada (cup size) dengan menggunakan abjad (A, B, C, D, dan seterusnya).
Ukuran A sama dengan delapan ons cairan, sementara B setara dengan 13
ons, dan C sama dengan 21, dan seterusnya. Ida dan William kemudian
mendirikan perusahaan bra Maidenform yang beroleh kesuksesan luar biasa
dan menjadikan pasangan Rosenthal jutawan. Maidenform masih berdiri
hingga sekarang.
Bra
menjadi bagian dari busana sehari-hari perempuan hingga muncul
revolusi pemikiran tentang peran perempuan. Di Amerika, revolusi ini
dimulai ketika buku Feminine Mystique karya Betty Friedan terbit pada
1963. Buku itu mempertanyakan peran perempuan, yang seolah dikembalikan
ke ranah domestik oleh sistem masyarakat ketika itu.
Hal
ini berlanjut hingga 1970-аn di mana protes atas ikon-ikon yang
dianggap mengekang perempuan dipertanyakan oleh kaum feminis. Germaine
Greer, salah seorang feminis intelektual, menyatakan bahwa, “Bra adalah
sebuah ciptaan yang menggelikan.”
Sebagai
dukungan atas pemikiran itu, banyak perempuan memutuskan untuk tak
lagi mengenakan bra. Sedikit banyak hal ini cukup memukul industri bra.
Ida Rosenthal, sang industrialis pakaian dalam, hanya menjawab dengan
santai, “Kita adalah sebuah demokrasi. Sah-sah saja kalau orang
berpakaian atau telanjang. Tapi setelah usia 35, bentuk tubuh perempuan
tak mendukungnya untuk tidak mengenakan bra. Waktu berpihak kepada
saya.” Belakangan kata-kata Ida itu terbukti ada benarnya.
Meski
sempat mengalami hambatan, industri bra terus berkembang. Apalagi
ketika Madonna mengenakan sebuah kostum bra yang meruncing di bagian
dada. Kostum itu dibuatkan khusus oleh perancang Prancis Jean-Paul
Gaultier untuk tur Blonde Ambition pada 1990.
Pada
awal abad ke-19, menutup dada belum jadi kelaziman di Indonesia.
Kebiasaan mengenakan kutang diperkenalkan Belanda. Dalam novelnya,
Pangeran Diponegoro, Remy Sylado menjelaskan asal-muasal istilah kutang.
Saat
itu, dalam proyek pembangunan jalan raya pos Anyer-Panarukan, Belanda
mempekerjakan budak perempuan dan laki-laki. Don Lopez, seorang pejabat
Belanda, melihat budak perempuan bertelanjang dada. Dia kemudian
memotong secarik kain putih dan memberikannya kepada salah seorang di
antara mereka sembari berkata dalam bahasa Prancis: “tutup bagian yang
berharga (coutant) itu.” Berkali-kali dia mengatakan “coutant.. coutant”
yang kemudian terdengar sebagai kutang oleh para pekerja.
Di
berbagai negara bra/BH disebut dengan cara berbeda-beda. Di Prancis
penahan dada itu disebut soutien-gorge (penopang tenggorokan), di
Spanyol sujetar (menopang). Di Jerman bustenhalter, di Swedia
bysthallare, dan di Belanda bustehouder–semuanya berarti penopang dada.
Sementara dalam bahasa Esperanto (Rusia) bra disebut mamzono yang
artinya sabuk dada.
Rasulullah SAW Pingsan Mend Rasulullah SAW Pingsan Mendengar Keterangan Neraka Jahanam engar Keterangan Neraka Jahanam
Segeralah bertaubat. Yazid Arraqqasyi dari Anas bin Malik ra. berkata: Jibril datang kepada Nabi saw pada waktu yg ia tidak biasa datang dalam keadaan berubah mukanya, maka ditanya oleh nabi s.a.w.: “Mengapa aku melihat kau berubah muka?”
Jawabnya: “Ya Muhammad, aku datang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yg mengetahui bahwa neraka Jahannam itu benar, dan siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu benar untuk bersuka-suka sebelum ia merasa aman dari padanya.”
Lalu nabi s.a.w. bersabda: “Ya Jibril, jelaskan padaku sifat Jahannam.” Jawabnya: “Ya. Ketika Allah menjadikan Jahannam, maka dinyalakan selama seribu tahun, sehingga merah, kemudian dilanjutkan seribu tahun sehingga putih, kemudian seribu tahun sehingga hitam, maka ia hitam gelap, tidak pernah padam nyala dan baranya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan terbuka sebesar lubang jarum niscaya akan dapat membakar penduduk dunia semuanya kerana panasnya.
Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu baju ahli neraka itu digantung di antara langit dan bumi niscaya akan mati penduduk bumi kerana panas dan basinya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu pergelangan dari rantai yg disebut dalam Al-Qur’an itu diletakkan di atas bukit, niscaya akan cair sampai ke bawah bumi yg ke tujuh.
Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan seorang di ujung barat tersiksa, niscaya akan terbakar orang-orang yang di ujung timur kerana sangat panasnya, Jahannam itu sangat dalam dan perhiasannya besi, dan minumannya air panas campur nanah, dan pakaiannya potongan-potongan api. Api neraka itu ada tujuh pintu, tiap-tiap pintu ada bagiannya yang tertentu dari orang laki-laki dan perempuan.”
Nabi s.a.w. bertanya: “Apakah pintu-pintunya bagaikan pintu-pintu rumah kami?” Jawabnya: “Tidak, tetapi selalu terbuka, setengahnya di bawah dari lainnya, dari pintu ke pintu jarak perjalanan 70,000 tahun, tiap pintu lebih panas dari yang lain 70 kali ganda.” (nota kefahaman: yaitu yg lebih bawah lebih panas)
Tanya Rasulullah s.a.w.: “Siapakah penduduk masing-masing pintu?” Jawab Jibril:
“Pintu yg terbawah untuk orang-orang munafik, dan orang-orang yg kafir setelah diturunkan hidangan mukjizat nabi Isa a.s. serta keluarga Fir’aun, namanya Al-Hawiyah.
Pintu kedua tempat orang-orang musyrikin bernama Jahim,
Pintu ketiga tempat orang shobi’in bernama Saqar.
Pintu ke empat tempat Iblis dan pengikutnya dari kaum majusi bernama Ladha,
Pintu kelima orang yahudi bernama Huthomah.
Pintu ke enam tempat orang nashara bernama Sa’eir.”
Kemudian Jibril diam, segan pada Rasulullah s.a.w. sehingga ditanya: “Mengapa tidak kau terangkan penduduk pintu ke tujuh?” Jawabnya: “Di dalamnya orang-orang yg berdosa besar dari ummatmu yg sampai mati belum sempat bertaubat.”
Maka nabi s.a.w. jatuh pingsan ketika mendengar keterangan itu, sehingga Jibril meletakkan kepala nabi s.a.w. di pangkuannya sehingga sadar kembali dan sesudah sadar nabi saw bersabda: “Ya Jibril, sungguh besar kerisauanku dan sangat sedihku, apakah ada seorang dari ummat ku yang akan masuk ke dalam neraka?” Jawabnya: “Ya, yaitu orang yg berdosa besar dari ummatmu.”
Kemudian nabi s.a.w. menangis, Jibril juga menangis, kemudian nabi s.a.w. masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk sembahyang kemudian kembali dan tidak berbicara dengan orang dan bila sembahyang selalu menangis dan minta kepada Allah.
Tuesday, 5 June 2012
Tuesday, 28 February 2012
Subscribe to:
Posts (Atom)